KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Budaya Kewarganegaraan ini dengan
baik.
Makalah ini diharapkan mampu membantu penulis dalam memperdalam mata kuliah
Budaya Kewarganegaraan dalam
kegiatan belajar. Selain itu, makalah ini diharapkan agar dapat menjadi bacaan
para pembaca agar menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab karena
materi ini disajikan mengarah pada terbentuknya masyarakat Indonesia yang
berbudaya berdasarkan Pancasila yang berpengaruh terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Oleh karena itu,, makalah ini diharapkan agar bangsa Indonesia memiliki
sikap yang kritis terhadap situasi dan kondisi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara yang selalu berubah.
Penulis berterima kasih kepada orang tua penulis yang memberikan motivasi
baik berupa matreil maupun moril kepada penulis, tidak lupa penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang sedikit banyaknya telah terlibat dalam
pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak sekali terdapat kesalahan dalam pembuatan
makalah ini. Penulis mengharapkan saran dan kritikan terhadap makalah ini yang
bersifat membangun agar makalah selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.
Cirebon, 05 Mei 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1.
Latar Belakang Masalah 1
1.2.
Rumusan Masalah 3
1.3.
Tujuan Masalah 3
BAB II PEMBAHASAN 4
2.1.
Pengertian Partisipasi Politik 4
2.2.
Bentuk Partisispasi Politik 6
2.3.
Landasan Partisipasi Politik 7
BAB III PENUTUP 9
3.1.
Kesimpulan 9
3.2.
Saran 9
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Partisipasi politik merupakan kehendak sukarela masyarakat baik individu
maupun kelompok dalam mewujudkan kepentingan umum. Sebagaimana dikemukakan oleh
‘Herbert Miclosky” (1991:9) bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan
sukarela dari warga masyarakat melalui dimana mereka mengambil bagian dalam
proses pemulihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam
proses pembentukan kebijakan umum. Dalam hal ini setiap sikap dan perilaku
politik individu seyogyanya mendasari pada kehendak hati nurani secara suka
rela dalam konstest kehidupan politik.
Partisipasi politik amat urgen dalam kontes dinamika
perpolitikan di suatu masyarakat. Sebab dengan partisipasi politik dari setiap
individu maupun kelompok masyarakat maka niscaya terwujud segala yang
menyangkut kebutuhan warga masyarakat secara universal. Sehingga demikian,
keikutsertaan individu dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting
dalam mewujudkan kepentingan umum. Dan paling ditekankan dalam hal ini terutama
sikap dan perilaku masyarakat dalam kegiatan politik yang ada. Dalam artian
setiap individu harus menyadari peranan mereka dalam mendirikan kontribusi
sebagai insan politik. Dalam hal ini peranan meliputi pemberian suara, kegiatan
menghadiri kampanye serta aksi demonstrasi. Namun kegiatan-kegiatan sudah
barang tentu harus dibarengi rasa sukarela sebagai kehendak spontanitas
individu maupun kelompok masyarakat dalam partisipasi politik. Dengan
kegiatan-kegiatan politik ini pula, intensitas daripada tingkat partisipasi
politik warga masyarakat dapat termanifestasi. Oleh karena itu, sikap dan
perilaku warga masyarakat dalam kegiatan politik berupa pemberian suara dan
kegiatan kampanye dalam pemilihan kepala daerah merupakan parameter dalam
mengetahui tingkat kesadaran partisipasi politik warga masyarakat.
Paling tidak warga masyarakat ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan politik
sekaligus mengambil bagian untuk mempengaruhi pemerintah dalam keputusan
politik. Pemilihan kepala daerah sebagai wahana menyalurkan segala aspirasi
masyarakt melalui suksesi dalam pemilihan kepala daerah, peran warga masyarakat
terutama dalam mempengaruhi keputusan politik sangat prioritas. Dengan adanya
pemilihan kepala daerah setiap individu maupun kelompok masyarakat dapat
memanifestasikan kehendak mereka secara sukarela, tanpa pengaruh dari siapapun.
Dalam hal ini setiap anggota masyarakat secara langsung dapat memberikan suara
dalam pemilihan serta aktif dalam menghadiri kegiatan-kegiatan politiknya,
seperti kampanye.
Namun keaktifan anggota masyarakat baik dalam
memberikan suara maupun kegiatan kampanye tentu harus didorong oleh sikap
orientasi yang begitu tinggi. Dan disamping itu pula kesadaran dan motivasi
warga masyarakat dalam kegiatan politik sebagaimana di kemukakan tadi sangat
penting untuk menopang tingkat partisipasi politik terhadap pemilihan kepala
daerah. Karena dengan adanya sikap antusias dari warga masyarakat dalam
partisipasi politik tentu membawa pada konsekuensi pada tatanan politik yang
stabil. Oleh karena kesadaran dan pemahaman politik merupakan penunjang dalam
mewujudkan stabilitas politik masyarakat dengan kesadaran dan pemahaman politik
pula setiap sikap dan perilaku masyarakat secara partisipasi dapat terwujud
sebagaimana mestinya.
Namun demikian sikap dan perilaku anggota masyarakat
dalam partisipasi politik kadang kala mengarah pada sikap apatis, sinisme, dan
arogan sehingga yang demikian ini mempengaruhi partisipasi mereka dalam
pemilihan kepala daerah. Yang akhirnya mereka enggan memberikan suara dalam
pemilihan dan juga tidak menghadiri kegiatan-kegiatan politik (kampanye).
Fenomena-fenomena ini selalu muncul dimana-mana lebih-lebih lagi dalam
pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
1.2.
Rumusan Masalah
Adapun yang
menjadi rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.
Apakah yang
dimaksud dengan partisispasi politik?
2.
Apa saja
bentuk-bentuk dari partisispasi politik?
3.
Apakah
landasan dari partisipasi politik?
1.3.
Tujuan Masalah
Tujuan dari masalah yaitu untuk mengetahui dan memahami dan bisa kita
implementasi kan apa yang dinamkan dengan partisipasi politik, bentuk-bentuk
partisipasi politik serta landasan partisipasi politik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Partisipasi Politik
Partisipasi politik secara
harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada pada
keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Partisipasi politik adalah
keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak pembuatan
keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk ikut
serta dalam pelaksanaan keputusan. Sebagai defenisi umum dapat dikatakan bahwa
partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut
serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan cara memilih pimpinan
dan secara langsung dan secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah
(public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam
pemilihan umum atau kepala daerah, menghadiri kegiatan (kampanye), mengadakan
hubungan (contakting) dengan pejabat pemerintah, atau anggota parlement dan
sebagainya.
Herbert Meclosky (1994:3), berpendapat bahwa
partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan suka rela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil
bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung dalam proses
pembentukan kebijakan umum. Berdasarkan defenisi ini, partisipasi warga
masyarakat menekankan pada keikutsertaan individu maupun kelompok masyarakat
untuk melakukan kegiatan politik secara aktif.
Dimana setiap anggota masyarakat, seyogyanya
memberikan suara dalam pemilihan kepala
daerah. Dan juga dijelaskan bahwa kegiatan sukarela adalah dimana dalam
pelaksanaan pemberian suara dalam pemilihan tanpa pengaruh paksaan dari siapapun. “Norman H. Nie (2002:9), dan Sidney Verba”
partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang loyal sedikit
banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat
negara/tindakan-tindakan diambil oleh mereka, yang teropong terutama adalah
“tindakan-tindakan yang bertujuan mempengaruhi keputusan-keputusan pemerintah”
yaitu usaha-usaha untuk mempengaruhi alokasi nilai secara otoritatif untuk
masyarakat.
Dari uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
partisipasi warga masyarakat, tindakan yang dilakukan demi mencapai kepentingan
umum, yang berdasarkan pada nilai-nilai yang legal. Dalam hal ini partisipasi
politik lebih menekankan pada beberapa hal yaitu:
·
Sikap warga masyarakat terhadap pemimpin
·
Kerjasama antara anggota masyarakat dengan pemimpin
dalam mempengaruhi keputusan politik
·
Perilaku warga masyarakat dalam kegiatan politik harus
didorong oleh nilai-nilai ideal.
·
Keikutsertaan warga masyarakat memberikan hal suara
dalam pemilihan suka rela.
Gabriel Almond (2004:26), berpendapat bahwa yang
dinamakan partisipasi politik hanya terbatas pada kegiatan sukarela saja yaitu:
kegiatan yang dilakukan tanpa paksan atau tekanan dari siapapun. Milbiath
(2001:143), menjelaskan partisipasi sebagai dimensi utama stratifikasi sosial..
dia membagi partisipasi politik menjadi empat bagian yaitu:
ü Pemimpin
Politik
Pemimpin politik adalah pemegang kekuasaan yang memiliki legitimasi secara
abash dari warga masyarakat. Pemimpin politik ini selalu memberikan
perlindungan terhadap masyarakat sebagai objek kekuasaan.
ü Aktivis
Politik
Aktivis politik adalah orang-orang yang selalu menghadiri setiap kegiatan
politik.
ü Komunikator
Komunikator adalah orang yang menerima dan menyampaikan ide, sikap dan
informasi politik lainnya kepada orang lain.
ü Warga Negara
Warga negara adalah semua individu maupun kelompok yang turun serta dalam
agenda politik.
Partisipasi politik dapat pula dikategorikan
berdasarkan jumlah pelaku, yakni individual dan kolektif. Maksudnya, seseorang
yang ikut memberikan keputusan politik lewat kegiatan politik. Sebaliknya
partisipasi secara kolektif tentu menyangkut kegiatan warga negara secara
serentak untuk mempengaruhi penguasa seperti dalam proses pemilihan.
Selanjutnya ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perilaku politik individu. Menurut model ini terdapat empat faktor yang
mempengaruhi perilaku politik seseorang actor politik. Pertama, lingkungan
sosial tak langsung,seperti sistem politik, sistem ekonomi, budaya, dan media
massa. Kedua, lingkungan sosial politik yang mempengaruhi dan membentuk
kepribadian actor, seperti keluarga, agama, sekolah, dan kelompok pergaulan.
Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Keempat,
faktor lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yaitu keadaan yang
mempengaruhi actor secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan
seperti kehadiran orang lain, suasana kelompok, dan ancaman dengan segala
bentuknya.
Faktor lingkungan sosial politik tak langsung
mempengaruhi lingkungan sosial politik yang berupa sosialisasi, interalisasi
dan politisas. Selain itu mempengaruhi juga sosial politik langsung berupa
situasi. Faktor lingkungan yang akan mempengaruhi secara langsung oleh satu
dari kedua faktor yang mencakup struktur kepribadian atau sikapnya terhadap
objek kebijakan.
2.2.
Bentuk Partisispasi Politik
Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi
politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud
nyata kegiatan politik tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson membagi
bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi :
1.
Kegiatan Pemilihan – yaitu kegiatan pemberian suara
dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan
bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha
mempengaruhi hasil pemilu;
2.
Lobby – yaitu upaya perorangan atau kelompok
menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka
tentang suatu isu;
3.
Kegiatan Organisasi – yaitu partisipasi individu ke
dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemerintah;
4.
Contacting – yaitu upaya individu atau kelompok dalam
membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi
keputusan mereka, dan
5.
Tindakan Kekerasan (violence) – yaitu tindakan
individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara
menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah
huru-hara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan
pemberontakan.
Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington
dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik.
Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk
partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman,
pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke
dalam kajian ini.
Klasifikasi bentuk partisipasi politik Huntington dan
Nelson relatif lengkap. Hampir setiap fenomena bentuk partisipasi politik
kontemporer dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi mereka. Namun, Huntington dan
Nelson tidak memasukkan bentuk-bentuk partisipasi politik seperti kegiatan
diskusi politik, menikmati berita politik, atau lainnya yang berlangsung di
dalam skala subyektif individu.
2.3.
Landasan Partisipasi Politik
Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang
melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson membagi landasan
partisipasi politik ini menjadi :
1.
kelas – individu-individu dengan status sosial,
pendapatan, dan pekerjaan yang serupa.
2.
kelompok atau komunal – individu-individu dengan
asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa.
3.
lingkungan – individu-individu yang jarak tempat
tinggal (domisilinya) berdekatan.
4.
partai – individu-individu yang mengidentifikasi diri
dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau
mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif
pemerintahan, dan
5.
golongan atau faksi – individu-individu yang
dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang
akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan
tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat.
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Uraian yang dikemukakan tersebut dapat melahirkan suatu kesimpulan bahwa
pemahaman nilai-nilai politik dalam masyarakat merupakan hal yang urgen dalam
mewujudan intensitas partisipasi politik warga masyarakat secara sukarela dan
eksis dalam kegiatan-kegiatan politik.
Partisipasi politik adalah aktivitas warganegara yang
bertujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan politik. Partisipasi politik
dilakukan orang dalam posisinya sebagai warganegara, bukan politikus ataupun
pegawai negeri. Sifat partisipasi politik ini adalah sukarela, bukan
dimobilisasi oleh negara ataupun partai yang berkuasa.
Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik.
Sistem politik memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi
politik warganegaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan sistem
politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis
atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi
Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo,
dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation
in Europe. Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark)
cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara
Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani).
Adapun bentuk-bentuk partisipasi politik yaitu
Kegiatan Pemilihan, Lobby, Kegiatan Organisasi, Contacting dan Tindakan
Kekerasan (violence).
3.2.
Saran
Saran penulis adalah sebagai masyarakat yang baik dan bertanggung jawab,
maka kita harus berpartisipasi dalam pembuatan keputusan atau kebijakan karena
hal tersebut menyangkut kehidupan kita dalam berbangsa dan bernegara.
DAFTAR PUSTAKA
v http://liskacahmilika.blogspot.com/2012/11/makalah-partisipasi-politik_15.html
v http://rodlial.blogspot.com/2014/02/makalah-partisipasi-politik-di-indonesia.html
http://mmytha.blogspot.com/2013/02/akalah-partisipasi-politiksimple.html
0 komentar:
Post a Comment